Senin, 01 Juli 2019

RPP SMA X Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti

Nama                : Joudi Krisdian Sugianto

Kelas / Semester : X/ II
Pertemuan ke - : 1
Alokasi Waktu : 4 jam pelajaran 140 menit

Standar Kompetensi : Mengasihi dan Menghasilkan Perubahan

Kompetensi Dasar : Menghayati nilai-nilai Kristiani: kesetiaan, kasih dan keadilan dalam kehidupan sosial

Indikator :
• Memberikan komentar berdasarkan contoh-contoh dari surat kabar 
atau majalah tentang seseorang yang berkorban untuk orang lain karena 
cinta kasihnya. 
• Menjelaskan kembali bagaimana orang lain telah berkorban bagi dirinya, 
khususnya untuk studinya.
• Mewujudkan syukur kepada Tuhan yang telah mengasihi dan berkorban 
baginya melalui berbagai kegiatan.

A. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat :
1. Menjelaskan tentang Mengasihi dan Menghasilkan Perubahan
2. Apa itu Cinta Kasih?
3. Siswa dapat mengenrti Tentang Cinta Kasih melalu cerita Lukas 15: 21-24

B. Materi Pokok : Pertemuan 1
Pelajaran
Mengasihi dan Menghasilkan Perubahan
Menjelaskan tentang :
Pengantar Tentang Mengasihi dan Menghasilkan Perubahan
Pemahaman tentang khesed dalam tradisi Yahudi
Cinta Kasih = Kesetiaan = Kesediaan untuk Berkorban
Cinta Kasih: Kekuatan yang Luar Biasa
Cinta Kasih yang Memadamkan Api Permusuhan
Penjelasan bahan Alkitab

C. Metode Pembelajaran
Ceramah, tanya jawab dan, diskusi.

D. Kegiatan Pembelajaran
1. Pendahuluan
Guru membuka pelajaran dengan salam
Anak didik diajak berdoa untuk mengawali pelajaran
Bagian pengantar menuntun peserta didik untuk memahami tentang kasih,  mengapa manusia harus mengasihi sesama dan bagaimana kasih dapat menghasilkan perubahan. Guru mencoba untuk mendeteksi pemahaman peserta didik mengenai kasih. Untuk memperkuat pemahaman tentang kasih, guru meminta peserta didik mempelajari cerita Alkitab mengenai “Anak yang Hilang”. Guru bisa meminta peserta didik untuk memerankannya dalam sebuah simulasi, sehingga peserta didik dapat semakin menghayati kisah perumpamaan ini. Kegiatan kemudian dapat dilanjutkan dengan diskusi mengenai pengala-man peserta didik dalam memahami pengorbanan orangtua bagi dirinya.

2. Kegiatan Inti
Diskusi
Peserta didik diminta untuk mendiskusikan mengenai pengalaman dan pandangannya mengenai cinta kasih. Bagaimana cinta kasih orangtua yang mereka rasakan? Apakah mereka menyadari bahwa orangtua mereka banyak berkurban demi pendidikan, kehidupan, dan masa depan mereka? Atau malah sebaliknya, ada orangtua yang kurang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya? Hasil diskusi dapat dijadikan sebagai indikator apakah pembahasan materi dapat diserap dengan baik oleh peserta didik. Pertanyaan untuk diskusi telah disiapkan dalam buku siswa.Hasil percakapan juga barangkali bisa menolong guru untuk menemukan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, yang membutuhkan penanganan dan bantuan segera dari guru atau pendeta.

3. Kegiatan Akhir
Pada bagian penutup pelajaran ini dimuat sebuah doa yang ditulis oleh Fransiskus dari Asisi, seorang biarawan yang mengajarkan hidup sederhana dan berbagi dengan orang lain, sehingga cinta kasih itu benar-benar terwujud dengan nyata dan terang kepada orang-orang di sekitar kita. Akhirnya perlu diingat ucapan Mahatma Gandhi, “Pada hari kekuatan cinta mengalahkan kecintaan akan kuasa, dunia akan merasakan perdamaian.” Dan, dalam bahasa Latin terdapat ungkapan, Ubi caritas et amor, Deus ibi est,yang artinya, “Di mana ada cinta dan belas kasih, maka Allah pun hadir di situ.” 

E. Alat dan Sumber Belajar
1. Alat Belajar : cerita Alkitab
2. Sumber Belajar : Alkitab, buku guru dan buku siswa

F. Penilaian
1. Penilaian Proses
Penilaian dilakukan sepanjang proses pembelajaran jadi tidak menunggu sampai selesai pembahasan baru dilakukan penilaian. Bebarapa bentuk penilaian yang dapat diterapkan pada pelajaran ini adalah: bentuk tes lisan mengenai b  erbagi pengalaman cinta kasih dan tes tertulis hasil diskusi yang ada dalam kegiatan

Mengasihi dan Menghasilkan Perubahan

A. Pengantar dalam mengasihi dan menghasilkan perubahan

Dalam pengantar mengasihi dan menghasilkan perubahan ini kita akan mendalami kekuatan yang paling dahsyat di dunia. Kekuatan itu bukanlah kekuatan uang, atau kekuatan senjata. Tuhan Yesus membuktikan bahwa kekuatan yang paling dahsyat itu adalah kekuatan cinta kasih tanpa syarat. Cinta kasih yang total! Di dalam Alkitab kita dapat menemukan banyak sekali contoh tentang cinta kasih yang total, sehingga demi cinta itu, orang yang memperlihatkannya tidak segan-segan untuk berkorban. Hal ini tampak jelas di dalam kehidupan dan pengurbanan Tuhan Yesus seperti yang dapat kita temukan dalam Filipi 2:5-11.

B. pemahaman tentang khesed dalam tradisi Yahudi 

Dalam bahasa Ibrani, kata “cinta kasih”  diterjemahkan menjadi khesed. Menurut sastra etika Yahudi, khesed atau cinta kasih adalah salah satu dari kebajikan yang paling utama. Rabi Simon yang Adil mengajarkan demikian, “Dunia berlandaskan pada tiga hal, yaitu Taurat, pelayanan kepada Allah, dan mencurahkah cinta kasih (khesed).”
Dalam Talmud, salah satu kitab tafsiran Taurat yang sangat penting dalam agama Yahudi, Rabi Simlai mengatakan, “Taurat dimulai dengan khesed dan berakhir dengan khesed.” Dengan kata lain, keseluruhan Taurat dicirikan oleh khesed, artinya, kehidupan yang ideal haruslah bertujuan untuk menciptakan perilaku yang diwarnai oleh kesetiaan dan welas asih. 

  
Dalam pelajaran ini peserta didik diperkenalkan dengan beberapa contoh tentang pengorbanan diri seorang suami dan ayah bagi keluarganya (James  Kim). Ini adalah kisah cinta seorang ayah yang luar biasa. Ia mempertaruhkan  nyawanya sendiri untuk menemukan pertolongan bagi istri dan kedua anaknya. Ia berusaha dengan seluruh daya dan kemampuannya, namun ia gagal dan akhirnya malah meninggal dunia. Contoh lainnya adalah pengorbanan diri seorang pejuang hak asasi manusia bagi kelompoknya yang tertindas (Dr. Martin Luther King, Jr.).


 Cinta Kasih yang Mengubah dan Mendamaikan 

Dr. Martin Luther King, Jr., adalah seorang pendeta Gereja Baptis yang berkulit hitam dari Amerika Serikat. Ia pernah berkata, “Kegelapan tidak dapat mengusir kegelapan; hanya terang yang dapat melakukannya. Kebencian tidak  dapat mengusir kebencian; hanya cinta kasih yang dapat melakukannya.” 
King adalah seorang tokoh pemimpin perjuangan hak-hak sipil masyarakat kulit hitam di AS. Ia berulang kali mendapatkan ancaman pembunuhan. Rumahnya beberapa kali dibom. Namun demikian, King tetap bersiteguh dalam perjuangannya tanpa menggunakan kekerasan. Akhirnya King sendiri ditembak mati oleh orang yang tidak mau mengakui bahwa orang kulit hitam pada hakikatnya sederajat dengan orang kulit putih. Pada 4 April 1968, pada sekitar pk. 18, King ditembak di balkon sebuah hotel di Memphis, Tennessee, AS. 
Malam sebelumnya, King menyampaikan pidatonya dan ia berkata demikian:
Lalu aku pergi ke Memphis. Dan beberapa orang mengatakan bahwa ada ancaman, atau ada yang akan mengancam kami. Apa yang akan terjadi atas diriku dari beberapa saudara kita kulit putih yang sakit jiwa?Yah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi sekarang. Kita akan menghadapi hari-hari yang berat ke depan. Tapi itu tidak menjadi masalah bagiku sekarang. Karena aku telah tiba di puncak gunung. Dan aku tidak peduli. Seperti setiap orang lain, aku ingin hidup lama. Usia panjang tentu disukai orang. Tapi aku tidak peduli akan hal itu sekarang. Aku hanya ingin melakukan kehendak Allah. Dan Ia telah mengizinkan aku naik ke puncak gunung. Dan aku memandang ke seberang sana. Dan aku telah melihat negeri perjanjian. Mungkin saja aku tidak akan mencapainya bersama-sama kalian. Namun aku ingin mengatakan kepada kalian malam ini, bahwa kita, sebagai satu bangsa, akan tiba ke negeri perjanjian itu. Karena itu aku bahagia malam ini. Aku tidak takut akan apapun. Aku tidak takut kepada siapapun. Mataku telah melihat Tuhan yang sedang datang.
Apa yang dikatakan oleh King menunjukkan keberanian yang luar biasa. King telah merasakan kasih Yesus Kristus di dalam hidupnya. Oleh karena cinta kasih Kristus itulah, ia pun belajar untuk mengasihi orang-orang yang membenci dirinya. King membandingkan dirinya dengan Musa yang dibawa Allah ke puncak gunung untuk melihat negeri perjanjian (Ul. 34:1-4). Dengan 
mata imannya, King percaya bahwa negeri perjanjian sebuah negara yang tidak membeda-bedakan warna kulit warga negaranya sudah terbentang di depan. Perjuangan bangsanya sudah hampir tiba pada tujuannya. Kita tahu itu ketika Barrack Obama terpilih sebagai orang kulit hitam pertama yang menjadi presiden Amerika Serikat.
Dari kata-katanya di atas, tampak bahwa King paham benar apa yang 
dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 5: 44-46
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (Mat. 5:44-46).


Cinta kasih adalah suatu kekuatan yang luar biasa dahsyatnya. Dalam Injil Yohanes 3:16 dikatakan “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Apa yang dapat kita simpulkan dari ayat ini? Allah ternyata sangat mengasihi kita umat manusia. Untuk itulah Allah telah mengutus Yesus Kristus untuk menyatakan kasih-Nya. 
Seringkali orang mengira bahwa kedatangan Yesus adalah untuk menjanjikan hidup kekal nanti di surga kalau kita sudah mati. Pemahaman ini sangat keliru. Seolah-olah iman Kristen baru bisa kita rasakan manfaatnya setelah kita meninggal kelak. Kalau demikian halnya, bagaimana dengan kehidupan kita di masa sekarang ini? Dengan pemahaman ini ada orang yang mengembangkan pemikiran dan rencana untuk hidup sembarangan, berfoyafoya, melampiaskan segala hawa nafsu jasmani, “Tetapi nanti,” katanya, “kalau saya sudah hampir mati, saya akan  bertobat.” Inilah pemikiran yang sangat keliru yang didasarkan pada pemahaman bahwa yang penting nanti bagaimana caranya bisa masuk surga. Bukan bagaimana caranya hidup dengan baik dan berkualitas di masa sekarang. Hidup yang baik dan berkualitas itu hanya dapat terjadi apabila kita melandaskannya pada kasih Allah di masa hidup kita di dunia, sekarang ini juga. 
Kehadiran Yesus Kristus sebagai tanda kasih Allah Bapa bagi kita di dunia, mestinya sudah bisa kita rasakan di masa kini juga. Ketika Yesus masih ada di dunia secara fisik sekitar 2000 tahun yang lalu, orang banyak sudah bisa menikmati kehadiran-Nya. Yang lumpuh bisa berjalan kembali, yang buta bisa melihat, yang mati dibangkitkan, dan mereka yang tersingkirkan dihampiri Yesus dan Yesus menjadi sahabat mereka. Orang-orang yang dijumpai dan disapa oleh Yesus mengalami perubahan yang dahsyat. Hidup mereka diliputi oleh sukacita dan pengharapan baru. Mereka menyadari bahwa hidup mereka bermakna karena Yesus. 

E. Cinta Kasih yang Memadamkan Api Permusuhan

Dalam Roma 12:9-21, Rasul Paulus mengajarkan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, yaitu mengatasi kemarahan dengan kasih. Paulus mengatakan, 
Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan (Rm. 12:20-21).
Apakah arti ayat-ayat di atas? Bagaimana menjelaskannya kepada peserta didik? Ilustrasi di bawah ini kiranya dapat memberikan sedikit gambaran: 
Sebuah organisasi di Kanada, Peace it Together, dibentuk pada Januari 2004 dengan maksud untuk mengadakan kamp selama tiga minggu untuk remaja Palestina, Israel, dan Kanada. Kamp itu berisi kegiatan seni gabungan, pembangunan tim dan latihan dialog, kegiatan di udara terbuka, dan berbagai upaya kreatif untuk memungkinkan para pesertanya untuk saling bersahabat, membangun kecakapan berkomunikasi dan cara baru dalam mendengarkan orang lain, menantang pandangan-pandangan lama yang dianggap memang sudah semestinya demikian (stereotip), serta membangun rasa welas kasih terhadap “musuh” mereka.  Program ini melibatkan sebuah perusahaan film dan televisi, sebuah perusahaan yang biasa melakukan pendidikan pengembangan dan penggunaan media di Kanada dan bisa mengajarkan orang membuat film dalam seminggu. 
Pada musim panas 2006, 10 remaja Israel, 10 remaja Palestina, dan 9 remaja Kanada diundang untuk ikut serta dalam sebuah dialog yang intensif. Lalu mereka dibagi-bagi dalam kelompok kecil untuk membuat film-film pendek tentang konflik Israel-Palestina.  
Seorang remaja Palestina mengisahkan kesannya demikian, “Sebagai seorang Palestina di Peace it Together, saya tertolong dalam menentukan peranan saya. Saya terus berbagi tentang film kami, sambil terus mengisahkan kisah-kisah kami. Sementara saya menoleh ke belakang dan mengenang semua ingatan yang kami miliki, saya terheran-heran ketika saya menemukan betapa kami mempercayai satu sama lain, meskipun kami menghadapi berbagai tantangan. Semua dukungan yang telah kami terima setelah kembali, telah menolong visi perdamaian kami untuk semakin terbuka. Kamp musim panas 
ini barulah awal. Kami semua berada di sini bersama-sama.” 
Sementara itu, seorang peserta dari Israel memberikan pandangannya sendiri, “Peace it Together adalah titik awal saya sebagai seorang aktivis. Sejak itu, saya semakin terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dengan konflik bangsaku. Setelah menoleh ke belakang, pilihan saya untuk ikut serta dalam Peace it Together ternyata adalah sebuah keputusan yang sangat penting. Peace it Together adalah langkah saya yang pertama, dan ini sebuah langkah yang sangat penting artinya.” 
Film yang dibuat oleh para peserta ini sudah diputar di lebih dari 100 lokakarya yang disaksikan oleh ribuan orang di Israel, Palestina, dan Kanada. Lebih dari 60% penonton Israel dan Palestina mengatakan bahwa mereka ingin mengenal lebih jauh tentang “pihak sana”, setelah menonton film-film Peace it Together. Sementara itu, 75% penonton Kanada mengatakan bahwa film-film itu menolong mereka untuk lebih memahami aspek-aspek dari konflik IsraelPalestina. 
Sebuah pengalaman serupa juga pernah dialami sejumlah remaja dari Poso dan Ambon, dua daerah yang pernah dilanda konflik yang hebat belum lama ini. 
Pada tahun 2009, di di SAV Puskat, Sinduharjo, Sleman, masing-masing daerah (Maluku dan Poso) mengirimkan 20 pelajar SMA dan 5 orang pendamping. Mereka mengadakan perkemahan dengan pola pembelajaran aktif-partisipatif, proses belajar bersama di antara sesama peserta dan kegiatan outbound (lintas alam). Tema kegiatan ini adalah “Belajar Bersama di Kalangan Remaja untuk Membangun Masa Depan yang Damai di Maluku dan di Poso”.
Perkemahan ini dimaksudkan untuk mengatasi trauma yang disebabkan oleh konflik di kedua daerah itu, terutama di kalangan remaja yang mengalami dan menyaksikan apa yang terjadi, bahkan juga terlibat dalam konflik tersebut. Selain itu, peserta juga belajar tentang perkembangan dan perubahan konteks sosial budaya di masyarakat yang memberikan dampak buruk bagi gaya hidup para remaja. Juga mereka belajar tentang bahaya pergaulan bebas, narkotika, HIV/AIDS, dan tawuran. Di perkemahan ini mereka diwajibkan untuk saling menghormati, saling menghargai, dan saling berinteraksi. Peserta juga belajar membangun rasa percaya diri dan percaya kepada orang lain demi membangun dan mengembangkan masa depan bersama mereka yang lebih baik dengan jujur dan bertanggung jawab.
Perkemahan remaja antariman yang dilaksanakan oleh Interfidei bekerjasama dengan Kedutaan Selandia Baru di Indonesia dan PTD/UNDP Maluku dan Poso. 
Pengalaman ini menarik, bukan? Kedua contoh di atas sengaja diangkat untuk memberikan penjelasan yang benar tentang arti konflik di Timur Tengah dan di Maluku serta Poso. Banyak orang yang menggambarkan konflik-konflik itu sebagai konflik agama. Pada kenyataannya tidak demikian. Di kalangan penduduk Palestina juga terdapat orang-orang yang beragama Kristen. Sementara itu di antara warga negara Israel juga terdapat orang-orang Arab yang beragama Islam, dan sebagian dari mereka ada yang bergabung dalam dinas ketentaraan Israel. 
Hal yang sama juga terjadi dalam konflik di Maluku dan Poso. Kedua konflik itu memang melibatkan orang-orang dari kalangan agama Kristen dan Islam, namun itu tidak berarti bahwa konflik itu terjadi antara orang Kristen dengan orang Islam. Pada kenyataannya, konflik itu justru menjadi semakin parah ketika isu agama diangkat sehingga membangkitkan kemarahan dan kebencian yang sangat kuat.  
Program-program Peace It Together yang melibatkan remaja-remaja Yahudi, Muslim, dan lainnya dari Kanada, serta kamp bersama antara orangorang Maluku dan Poso yang beragama Kristen dan Islam telah menolong membangkitkan pengertian dan kesediaan untuk saling menerima. Di sini jelas bahwa cinta kasih, saling pengertian, dialog, kesediaan untuk mendengar, menolong pihak-pihak yang bertikai dan berkonflik untuk saling mengerti dan kemudian memadamkan api permusuhan dan kebencian.

F. Mengasihi dan Menghasilkan Perubahan dalam cerita Alkitab